Gen Z kini menjadi kekuatan dominan dalam lanskap pasar digital Indonesia. Mereka bukan hanya pembeli aktif, tetapi juga pencipta tren yang memengaruhi keputusan konsumen lain di berbagai platform. Lahir di era digital, Gen Z sangat mengandalkan teknologi dalam keseharian mereka, dari komunikasi, hiburan, hingga berbelanja. Oleh karena itu, brand lokal perlu memahami karakteristik dan kebiasaan Gen Z agar dapat beradaptasi dan tetap relevan.
-
Gen Z Sangat Menghargai Kecepatan dan Kepraktisan
Konsumen dari generasi ini tumbuh dalam budaya instan. Mereka terbiasa dengan segala hal yang serba cepat dan mudah. Mulai dari layanan pesan-antar makanan, belanja online dalam satu klik, hingga sistem pembayaran digital. Brand yang tidak mampu memberikan pengalaman cepat cenderung ditinggalkan.
Menariknya, mereka juga punya cara-cara unik dalam mengatur keuangan digital. Beberapa di antaranya lebih suka metode pembayaran fleksibel seperti e-wallet. Bahkan, saat saldo e-wallet menipis, sebagian Gen Z memilih opsi convert pulsa ke DANA, OVO, Shopeepay, dan lain-lain untuk tetap bisa melakukan transaksi tanpa harus top-up secara konvensional. Ini menjadi bukti bahwa fleksibilitas dalam transaksi digital adalah hal penting bagi mereka.
-
Mereka Suka Personal Touch dan Tidak Ingin Diperlakukan Massal
Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z menuntut pengalaman yang personal. Mereka tidak suka menerima email promosi yang generik atau iklan yang tidak relevan. Inilah sebabnya banyak brand besar mulai menerapkan CRM application untuk melacak dan menganalisis perilaku pelanggan mereka, termasuk Gen Z.
Dengan menggunakan CRM, brand bisa menyesuaikan pesan promosi berdasarkan riwayat pembelian, minat, hingga waktu interaksi yang paling tepat. Strategi ini terbukti lebih efektif daripada iklan massal yang seringkali dianggap mengganggu oleh Gen Z.
-
Aktif di Banyak Platform, Tapi Pilih-Pilih yang Autentik
Gen Z bisa ditemukan di TikTok, Instagram, hingga komunitas kecil di Discord atau Telegram. Namun, mereka bukan sekadar pengguna pasif. Mereka menciptakan konten, memengaruhi komunitas, bahkan menjadi voice of brand melalui ulasan jujur dan testimoni.
Brand lokal sebaiknya tidak sekadar hadir di media sosial, tetapi juga membangun kehadiran yang autentik. Kampanye yang melibatkan Gen Z sebagai co-creator konten, atau memanfaatkan feedback mereka dalam pengembangan produk, akan jauh lebih dihargai.
-
Lebih Percaya Rekomendasi Komunitas daripada Iklan
Gen Z cenderung mencari ulasan dan opini dari sesama pengguna sebelum membeli produk. Mereka tidak mudah percaya pada iklan, meskipun tampilannya menarik. Di sinilah pentingnya membangun komunitas pelanggan yang solid.
Aplikasi CRM kembali memainkan peran krusial, karena mampu mengidentifikasi pelanggan loyal dan mendorong mereka menjadi brand advocate. Dengan pendekatan ini, brand bisa menciptakan promosi berbasis komunitas yang lebih terpercaya dan natural.
Adaptasi atau Tertinggal
Bagi brand lokal, memahami Gen Z bukan hanya soal mengikuti tren TikTok terbaru. Lebih dari itu, ini tentang membangun sistem yang mendukung pengalaman konsumen yang cepat, personal, dan fleksibel. Dari pemanfaatan aplikasi CRM untuk mendekatkan diri dengan pelanggan, hingga memahami perilaku unik sebagai bentuk adaptasi finansial, setiap detail bisa menjadi pembeda antara brand yang sukses dan yang terlupakan.