Pagi tadi nonton acara Pengajian Aa dan Mama Dede di salah satu stasiun televisi. Temanya tentang Perempuan. Diceritakan bahwa berbeda sekali pandangan orang terhadap kaum perempuan sebelum dan setelah datangnya Islam. Pada masa pra-Islam, wanita diperlakukan tidak adil. Bahkan wanita tidak
berharga di dalam masyarakat. Akan tetapi setelah turunnya Al-Quran,
wanita diposisikan secara adil. Begitupun di mata Allah, perempuan dan lelaki sama saja yang membuat mereka mulia di sisi Allah adalah keimanannya.
Mama Dedeh menyampaikan dulu di zaman Yunani Kuno, wanita dianggap sebagai barang yang bisa diperjual belikan , tempat pelampiasan nafsu yang tidak berarti apa-apa. Bahkan ketika memiliki seorang anak perempuan, maka itu dikatakan aib. Saya juga pernah baca orang-orang Cina menyamakan wanita dengan air penyakit yang
membasuh kebahagiaan dan harta. Seorang yang berkebangsaan Cina berhak
menjual istrinya sebagaimana budak perempuan. Apabila seorang perempuan
Cina menjadi janda, maka keluarga mendiang suaminya berhak atas dirinya.
Jadi, ia seperti barang peninggalan yang bisa diwarisi. Bahkan seorang
suami berhak mengubur istrinya hidup-hidup. Sedangkan di persia mereka menganggap, seseorang boleh saja menikahi ibunya sendiri, saudara
perempuan kandung, tante, bibi, keponakannya, dan muhrim-muhrimnya yang
lain.
Nah, sedangkan di Arab, wanita Arab jahiliah dan pra-Islam sangat tertindas dan terpinggirkan.
Lahirnya seorang anak perempuan dianggap aib dan mendatangkan sial. Bagi
seorang suami merupakan aib jika istrinya sampai melahirkan anak
perempuan. Ia akan berusaha menghindar dari khalayak ramai dan mengubur
si anak. Anak yang dibunuh dengan cara kejam itu dinamakan al-mau’udah
(yang dikubur hidup-hidup). Allah SWT melukiskan perbuatan kejam ini
dengan satu ilustrasi menarik disertai celaan terhadapnya:
“Apabila
salah seorang di antara mereka diberitahu tentang (lahirnya) seorang
anak perempuan, merah padamlah wajahnya menahan amarah. Dia bersembunyi
dari kaumnya, karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah
putrinya itu akan dipertahankan dengan menanggung kehinaan atau (lebih
baik) dikuburkannya ke dalam tanah. Ketahuilah, sungguh buruk putusan
mereka itu.” (Q.S. an-Nahl [16]: 58-59)
Setelah
kedatangan Islam, tradisi mengubur anak perempuan hidup-hidup
dihapuskan. Dalam Islam, pelaku kebiasaan tersebut bertanggung jawab
terhadap kejahatan yang dilakukannya. Turunnya Al-Quran tidak hanya memengaruhi kondisi wanita Arab. Tetapi, pengaruhnya juga meliputi wanita Eropa.
Tak satu pun yang membantah bahwa Spanyol sangat dipengaruhi peradaban
Islam. Pengaruh tersebut menjadi topic menarik yang dikaji kalangan
penulis dan orientalis. Di antaranya adalah seperti yang ditulis oleh
orientalis Rusia, Kratsovieski, dalam bukunya yang berjudul Asbania al-Muslimah.
Dalam buku tersebut, ia menyinggung tingginya kedudukan wanita Spanyol
setelah masyarakatnya dipengaruhi tradisi Arab yang pada dasarnya
terinspirasi pesan Al-Quran.
Subhanllah, saya nggak kebayang kalau kedudukan kaum perempuan sama kayak dulu sebelum Islam datang. Mana bisa kita berkarya seperti sekarang. Namun kebebasan yang ada kadang membuat kaum perempuan lalai akan kewajibannya sebagai perempuan, keluarga ditinggalkan demi karir. Padahal pahala yang sangat besar jika seorang perempuan bisa menjalankan kewajibannya dengan baik dan menjadi madrasah bagi anak-anaknya 🙂