Orang-orang memanggilnya “elok”. Wanita itu hanya
mengenakan kaos biasa dan celana pendek seadanya. Rambutnya yang mulai beruban
dibiarkan begitu saja diikat ke belakang tanpa tersentuh pewarna. Berbedak tak
sempat apalagi mengoleskan lipstik di bibirnya. Sebelum subuh tiba, ia sudah
berjibaku dengan dinginnya angin yang menerpa kulitnya yang tak lagi kencang.
Membiarkan tubuhnya menggigil demi mendapatkan dagangan yang akan ia jual
kembali di warung depan rumahnya. Dia hanyalah penjual sayur di warung kelontongan
rumah kami, mendidikasikan hidupnya demi keluarga. Dia Ibu saya, dari rahimnyalah
saya lahir.
mengenakan kaos biasa dan celana pendek seadanya. Rambutnya yang mulai beruban
dibiarkan begitu saja diikat ke belakang tanpa tersentuh pewarna. Berbedak tak
sempat apalagi mengoleskan lipstik di bibirnya. Sebelum subuh tiba, ia sudah
berjibaku dengan dinginnya angin yang menerpa kulitnya yang tak lagi kencang.
Membiarkan tubuhnya menggigil demi mendapatkan dagangan yang akan ia jual
kembali di warung depan rumahnya. Dia hanyalah penjual sayur di warung kelontongan
rumah kami, mendidikasikan hidupnya demi keluarga. Dia Ibu saya, dari rahimnyalah
saya lahir.
Puluhan tahun saya hidup dengannya, ia tetap sosok
wanita galak yang suka mengomel. Seringkali mencubit saat saya melakukan
kesalahan di masa kecil, jarang memuji walaupun banyak prestasi yang saya
torehkan, memarahi saya jika tidak bisa menjaga adik dengan baik dan terlalu
sibuk untuk sekedar membacakan dongeng jika saya ingin tidur dipelukannya. Namun
dibalik itu dia adalah malaikat tanpa sayap. Penuh kebaikan, penuh motivasi.
wanita galak yang suka mengomel. Seringkali mencubit saat saya melakukan
kesalahan di masa kecil, jarang memuji walaupun banyak prestasi yang saya
torehkan, memarahi saya jika tidak bisa menjaga adik dengan baik dan terlalu
sibuk untuk sekedar membacakan dongeng jika saya ingin tidur dipelukannya. Namun
dibalik itu dia adalah malaikat tanpa sayap. Penuh kebaikan, penuh motivasi.
Pendidikan Ibu hanya sebatas SMA, tapi ia adalah
orang yang paling berjasa dimata ketujuh adiknya. Ia punya mimpi, adik-adiknya
kelak akan menjadi orang sukses walau kakek hanyalah nelayan dan nenek hanya
punya dagangan kecil-kecilan.
orang yang paling berjasa dimata ketujuh adiknya. Ia punya mimpi, adik-adiknya
kelak akan menjadi orang sukses walau kakek hanyalah nelayan dan nenek hanya
punya dagangan kecil-kecilan.
Mimpinya itu tidak dengan mudah ia jalani. Kakek
selalu marah jika ibu bersekolah dan mengajak adik-adik yang lain untuk giat
belajar. “Anak perempuan hanya akan jadi istri orang dan berakhir di dapur,”
begitu ujar kakek mematahkan semangatnya. Namun Ibu bukanlah orang yang pantang
menyerah, walau kakek tidak pernah memberikan uang sepeserpun untuk pendidikan,
Ibu tetap menjaga api semangatnya untuk bersekolah agar bisa menjadi contoh
untuk adik-adiknya kelak. Semua ia jalani demi uang untuk sekolah adik-adiknya,
berjualan kacang di kereta api, membantu bongkar muat ikat di pelabuhan, hingga
menjajakan kue keliling di panas terik pun ia lakoni.
selalu marah jika ibu bersekolah dan mengajak adik-adik yang lain untuk giat
belajar. “Anak perempuan hanya akan jadi istri orang dan berakhir di dapur,”
begitu ujar kakek mematahkan semangatnya. Namun Ibu bukanlah orang yang pantang
menyerah, walau kakek tidak pernah memberikan uang sepeserpun untuk pendidikan,
Ibu tetap menjaga api semangatnya untuk bersekolah agar bisa menjadi contoh
untuk adik-adiknya kelak. Semua ia jalani demi uang untuk sekolah adik-adiknya,
berjualan kacang di kereta api, membantu bongkar muat ikat di pelabuhan, hingga
menjajakan kue keliling di panas terik pun ia lakoni.
Ibu mewujudkannya, mimpi-mimpi itu. Walau ia hanya
bisa tamat SMA, ketujuh adiknya menamatkan sekolah bahkan hingga jenjang master.
Mereka menjadi sukses dibidangnya.
bisa tamat SMA, ketujuh adiknya menamatkan sekolah bahkan hingga jenjang master.
Mereka menjadi sukses dibidangnya.