Sudah agak lama TV saya rusak, sejak itu juga saya dan suami tidak menonton TV. Untung saja ada laptop di rumah yang menjadi pelipur kebosanan kami. Selain untuk nulis dan online, saya seringkali menonton film di sela-sela waktu. Film juga kadang jadi inspirasi sendiri karena setelah menonton ada-ada saja ide menulis yang muncul.
Jika ditanya Film apa yang saya gandrungi, jujur saya akui film Indonesia menempati urutan paling bawah. Hardisk 1 TB suami yang khusus untuk penyimpanan film, didominasi oleh film Hollywood yang digandrungi suami juga Anime atau Kartun yang jadi favorite saya. Kami hampir tidak update film Indonesia. Suami hanya akan mencari film Indonesia jika saya request setelah baca review kalau film itu bagus.
Rendahnya minat saya pribadi terhadap film Indonesia bukan berarti semua film indonesia itu “jelek”. Rasanya kayak makan buah simalakama, ditonton kadang mengecewakan, nggak ditonton kok seperti tidak mendukung film Indonesia 😀
Well, intinya sih image Film Indonesia itu sering didominasi oleh film Horor berbau pornografi yang sering membuat saya jengah. Namun dibalik itu semua, beberapa film sempat membuat saya begitu terinspirasi karena kandungan nilai yang mungkin tidak dimiliki film lainnya. Sebut saja Trilogi Laskar Pelangi, Mestakung, Sang Pencerah, Habibie Ainun, Denias, 5 cm, KCB dan masih banyak lainnya.
Jika dilihat dari list film Inspiratif Indonesia versi saya dan sebagian orang lainnya, kebanyakan merupakan film yang diangkat dari novel bestseller. Ini jadi kesempatan emas untuk para penulis novel agar semakin dikenal karyanya, karena biasanya film yang diangkat dari novel pun akan diterima dengan baik juga penontonnya pun akan banyak. Baru-baru ini Film Assamualaikum Beijing, karya penulis novel kondang Asma Nadia pun sempat ramai dibicarakan. Sepertinya Film Indonesia yang diangkat dari novel akan menjadi trend fim 2015. Layaknya kita bangga karena walaupun sebagian film di bioskop kadang menjual hal-hal negatif untuk membuat film itu laku, namun masih banyak karya anak Indonesia yang tetap mempertahankan nilai dan juga makna cerita.
Mulai nampaknya geliat film Indonesia ini ternyata tidak bisa dirasakan semua kalangan. Penikmat film yang tinggal di kota besar yang sudah dipenuhi oleh bioskop tentu tak ambil pusing. Namun bagaimana dengan masyarakat yang tinggal didaerah terpencil?, bioskop tak ada, jaringan internet belum masuk, yang menjual CD film pun kadang tak ada. Saya teringat dengan adik Ibu yang menjadi abdi negara di daerah pelosok. Ia bercerita bahwa penduduk disana kekurangan hiburan. Tidak ada pilihan lain selain menonton TV yang kebanyakan gosip dan film kejar tayang yang kurang mutunya. Ini menjadi PR untuk dunia perfilman di Indonesia.
Menjadi Blogger Film?
Dengan semakin majunya dunia perfilman di Indonesia, semakin banyak juga blogger film yang bermunculan. Mereka yang sering mereview film kadang jadi tolak ukur sendiri bagi pembaca untuk menonton film yang ia rekomendasikan. Saya pun sering menengok beberapa review blogger sebelum memutuskan untuk menonton film ini atau itu.
Blogger film pun biasanya akan dilirik oleh “si pembuat film” untuk hadir saat launching film agar bisa menuliskan review dan tanggapan positif nantinya. bisa nonton film gratis euy 😀
Komunitas Film Bengkulu
Overall, sejauh ini saya hanya penikmat film saja. Untuk menjadi blogger film mungkin masih jauh ehehee… Bergabung dengan komunitas film pun belum. Namun saya layak berbangga karena walaupun blogger bengkulu minim, Komunitas Permfilman di Bengkulu yaitu Rafflesia Motions maju pesat. Sebagai buktinya Bengkulu dipilih menjadi daerah roadshow FFI (Festival Film Indonesia) 2014. Film yang tumbuh positif di Bengkulu adalah film dokumenter. Bahkan komunitas film yang ada di SMK 3 Bengkulu sudah menyabet juara di beberapa festival nasional, judul filmnya, Lautan Bambu. Semoga di tahun 2015 semakin lebih baik.