Tidak semua orang tahu tentang IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia). Bahkan orang-orang yang mungkin berkecimpung dalam dunia buku sekalipun. Saya pun baru mengenal IKAPI belum lama ini sejak mulai aktif di klub buku dan baca-baca di situs online. Walaupun tidak mengetahui secara mendalam, setidaknya saya tahu kalau IKAPI adalah satu-satunya asosiasi yang menaungi seluruh penerbit di Indonesia.
Walaupun sudah lebih setengah abad umur IKAPI, namun masih belum semua penerbit di Indonesia bergabung di IKAPI mengingat belakangan ini jumlah penerbit meningkat tajam, lebih-lebih penerbit yang aktif di IKAPI. Padahal masyarakat menaruh harapan besar terhadap IKAPI untuk pengembangan dunia baca tulis di Indonesia.
Peran yang diharapkan dari IKAPI bukan sekedar hanya menjadi jembatan silaturahmi antar penerbit atau dalam hal pelaksanaan pameran saja. Lebih dari itu, IKAPI hendaknya menjadi sebuah “organisasi” yang terstruktur dan punya program yang jelas untuk melaksanakan visi dan misinya demi mendorong kemajuan dunia perbukan di Indonesia, menjadi jembatan bagi seluruh penerbit berkaitan dengan persoalan copyright (hak cipta), tata niaga buku, termasuk ikut andil terhadap RUU perbukuan yang sampai saat ini masih lambat gerakannya. Persoalan penerbit kecil yang sering kali “tertindas” pun hendaknya juga menjadi fokus oleh IKAPI.
Memang tidak mudah untuk menaungi begitu banyaknya penerbit di Indonesia dengan macam ragam karakternya. Namun berharap bukanlah suatu kesalahan. Jika saya menjadi salah satu pengurus IKAPI, ada beberapa reformasi yang ingin saya lakukan.
1. Mendata seluruh penerbit di Indonesia. Memang terkesan sulit mengingat begitu banyaknya penerbit di daerah yang baru tumbuh. Untuk itu hendaknya cabang IKAPI diperluas di setiap provinsi, sehingga penerbit-penerbit kecil di daerah bisa di kontrol. Pendataan juga harus diiringi dengan pengawasan dan pembimbingan terutama untuk penerbit-penerbit kecil.
2. Melakukan kritik dan ikut andil soal RUU perbukuan yang sampai saat ini sangat tidak berpihak kepada penerbit ataupun penulis. Hendaknya IKAPI juga berkoordinasi dengan pemerintah gx melulu soal buku pelajaran, namun juga soal buku umum.
3. Melakukan pengawasan dan penindakan tegas soal pelanggaran copyright (hak cipta) yang semakin marak. Saya bahkan menemukan salah satu praktisi pendidikan di kota saya berani-beraninya mencetak buku yang notabanenya adalah buku penulis lain dengan mengganti namanya sendiri.
4. Memberikan subsidi pada penerbit-penerbit kecil yang baru lahir, atau setidaknya memberikan keringanan pada mereka. Misalnya soal pameran, maka penerbit-penerbit kecil akan dikenakan sewa lebih kecil dan tidak membuat mereka berbeda dengan begitu kontras.
5. Memberikan pendidikan pada editor secara menyeluruh dan mendalam. Bukan sekedar pelatihan beberapa hari saja. Sehingga buku-buku yang dihasilkan oleh penerbit benar-benar buku yang bermutu untuk mencerdaskan bangsa.
Semoga IKAPI semakin maju dan berkembang agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat dan tidak ada asosiasi penerbit tandingan yang bisa semakin membuat ruwetnya penerbit di Indonesia.