Hujan datang lagi. Mengguyur jalanan kota yang hampir
gersang termakan matahari. Rintiknya menelurkan bermacam respon yang terbilang
cukup aneh dari para mahasiswi. Ada yang mensyukuri karena artinya Pak Dosen
tak kan hadir hari ini karena lebih memilih duduk di beranda rumahnya dengan
secangkir kopi. Namun ada pula yang mengutuki karena make up menor yang
menutupi ketidaksempurnaan wajahnya harus luntur dan belepotan. Seperti Picki
yang sedari tadi mengeringkan rambutnya yang basah dan menata ulang riasan
wajahnya.
“Bete deh, kenapa sih hujan terus November ini.”
Ucapnya sambil mengoleskan lipstick di bibirnya yang sedikit dimajukan. Aku
memperhatikannya. Lebih tepat dengan pandangan 
tidak suka. Mulut bawelnya itu sudah memecahkan konsentrasiku untuk
menamatkan Novel Please Look After Mom yang harusnya kuselesaikan.
“Kenapa sih liat-liat La? Nggak suka?” dia mulai
sewot.
“Kamu yang kenapa? Ribet amat, cuma hujan juga.” Aku
melotot sebelum akhirnya membalikkan tubuhku untuk melanjutkan lembar terakhir
novel. Rasa penasaranku dengan akhir pencarian anak-anak Park Son You untuk
menemukannya begitu menggebu dibanding harus mendengar ocehan Picki.  Rupanya wanita langsing dengan pakaian ketat
itu tak bisa terima dengan sikap jutekku. Ia lalu berdiri didepanku, mengambil
buku yang kubaca dan mengangkat buku itu tinggi-tinggi, hingga bulu ketiak
halusnya hampir saja terlihat. Sontak saja aku tertawa terpingkal-pingkal yang
membuatnya tambah emosi.
“Dasar cewek udik, orang marah malah diketawain!” iya
membanting bukuku dan melambung ke lantai yang becek. Ku ambil buku bercover
hijau itu perlahan dan kembali tertawa, kali ini dengan sedikit senyuman
mengejek.
“Hahaa, yang udik itu siapa! Kenyataannya begini,
kamu protes karena hari ini hujan, mau protes ke siapa? Mau protes sama Tuhan?
Bersyukur donk hujan itu dikasih buat penyeimbang, kalau setiap hari kering
terus, muka kamu yang putih itu juga bisa gosong tau. Kedua, kamu bener-bener
udik karena…” aku menutup mulut menahan tawa.
“Apa?” muka Picki kini memerah.
“Aku bukan bermaksud untuk mempermalukan kamu loh,
aku jujur nih, kamu ini pake baju ketat hampir kayak baju you can see tapi
kok…”
“Tapi apa!” teriaknya.
“Tapi kok ketiak mu belum dicukur hahaha…”
pernyataanku itu sontak membuat seisi kelas tertawa terbahak-bahak. Picky yang
awalnya emosi tiba-tiba diam menahan malu, lalu ia keluar dari kelas dan bisa
kulihat ia meneteskan air mata.

Inilah aku Akila Dempo. Perempuan yang hampir tak
bisa menjaga kata-kata. Entah karena keterbatasan kosakata atau karena
tempramenku yang kasar dan urakan. Orang yang baru pertama kali melihatku,
pasti tak ingin mengenal lebih jauh. Dan orang yang sudah mengenalku tak ingin
bersahabat denganku. Bahkan orang yang sudah bersahabat denganku lebih memilih
meninggalkanku.
bersambung

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *